Memahami Islam, Sastra Arab dan Kita

serangtimur.co.id
Kamis, November 14, 2019 | 23:12 WIB Last Updated 2019-11-14T17:04:52Z
M. Hamdan Suhaemi


Oleh : M. Hamdan Suhaemi

Bahasa Arab, bagi kalangan pelajar madrasah atau para santri adalah bahasa kedua setelah bahasa Indonesia (kadang setelah bahasa daerah), satu tatanan tradisi yang sudah turun temurun sejak penyebaran Islam di abad 15 Masehi, dengan ditandai keberadaan pesantren sebagai basis dakwah para wali.

Hingga sekarang tradisi penggunaan Bahasa Arab sebagai bahasa untuk memahami ilmu-ilmu Islam masih tetap menjadi nafas kehidupan kajian ke-Islaman di banyak pesantren. Dimana lebih dominan penerapan bahasa itu ada di pondok pesantren modern sebagai bahasa yang dilavalkan lewat percakapan (hiwar) dan latihan ceramah semacam muhadasah, muhadaroh, mukhabaroh atau penyebutan lainya.

Adapun di pondok pesantren Salafi Bahasa Arab menjadi tradisi menulis (Al Rasm), untuk mencatat (Al Kitabah), memaknai (nyoret/nyaret), menguraikan (surahan dan taqriran), menjelaskan (Al Syarah), mendeskripsikan (Al Tashowwur), menulis indah (Al Khath), mendiktekan (Al Imla’), hal tersebut begitu dominan jika melihat potret keseharian pondok pesantren Salafi di hampir seluruh Indonesia.

Substansi pesantren adalah pengkajian kitab kuning sebagai objek kajian pengetahuan, peradaban, kebudayaan dan ajaran Islam. Kitab kuning di dalamnya berisi tentang banyak cabang ilmu - ilmu Islam.

Pada konteks tulisan ini terkhusus bicara tentang kitab-kitab yang menguraikan Sastra Arab, seperti Kitab Matan ‘imrithy, Mulhat Al I’rob, Al Fyah Ibnu Malik (tentang nahwu), Nadhom Maqshud, Tashrif (tentang shorof) yang ditulis berbentuk nadhoman.

Adapula kitab tentang Ilmu Nahwu dan Shorof yang tidak berbentuk Nadhom, yakni berbentuk Naratif seperti Kitab Al ‘awamil, Al Jurumiyah, Fawakih Al Janniyah, Syudzuru Al Dzahab, Ibnu ‘aqil, Al ‘asymawi, Al Kafrawi, Qothru Al Nada’, Syibawaih, Mughni Labib dan yang lainnya.

Kitab tersebut membahas ilmu nahwu dan shorof, sementara kajian sastra Arab yang lainya seperti mengurai syair berbahasa Arab adalah ilmu ‘arudl,.

Untuk paham akan redaksi dan narasi penjelasan cabang-cabang ilmu Islam perlu juga mengkaji ilmu logika atau dikenal ilmu Manthiq. Kitabnya seperti Sulam Al Munauroq, Idlohu Al Mubham, Isaghuzi, Al Risalah Al Syamsiah dan lainnya.

Juga dalam memahami redaksi dan tafsir terhadap Al Quran ada kitab yang menguraikan hal tersebut seperti kajian tentang Ilmu Badi’, Ilmu Bayan, Ilmu Ma’ani (balagah) ketiganya itu biasa terangkum dalam Kitab Jauharu Al Balaghah, Jauhar Al Maknun, ‘Uqudu Al Juman dan lainnya.

Luasnya kajian tentang Sastra Arab sebagai pengantar untuk bisa membaca dan memahami kitab kuning inheren berisi banyak disiplin ilmu-ilmu Islam, seperti ilmu fiqh, ilmu hadits, ilmu tafsir, ilmu ulumul qur’an, ilmu tasawwuf, ilmu tauhid, ilmu ushul fiqh, dan tarikh Islam.

Kitab kuning adalah sebutan untuk kitab-kitab berbahasa Arab yang ditulis di atas kertas berwarna kuning. Istilah ini adalah asli Indonesia, khususnya Jawa. Sebagai salah satu identitas tradisi pesantren dan untuk mebedakan jenis kitab lainnya yang ditulis di atas kertas putih.

Term 'kitab kuning' mengandung pengertian budaya, yaitu pengagungannya terhadap kitab-kitab warisan ulama terdahulu sebagai ajaran suci dan sudah bulat

Sebagai jalan tradisi keilmuan dalam Islam, sastra Arab mempunyai peran dan pengaruhnya bagi pelajar atau santri dalam membedah dan memahami isi dari rangkaian literasi dalam kitab kuning.

Pada kaitan tulisan ini saya bermaksud untuk mengingatkan agar tradisi kajian keislaman yang berbasis di pesantren - pesantren tersebut tidak jadi pudar akibat gaya hidup yang serba praktis, instan, dan konsumtif, baik di kalangan umumnya umat Islam dan khususnya orang tua yang ingin mendidik putera puterinya, agar tidak salah asuh, tidak salah pemahaman, tidak juga menyimpang dan menyalahi aturan baku dalam ajaran Islam.

Sikap kita adalah bagaimana sastra Arab tetap dirawat dan ditradisikan sebagai pengantar terhadap pemahaman atas ilmu ilmu keislaman lainya yang sangat komprehensif, sebab tidak mungkin akan memahami ajaran dan ilmu - ilmu Islam tanpa paham terlebih dahulu pengantarnya. Islam yang pelu kita pahami bukan Islam yang berisi hanya doktrin dan ajaran kaku pada teks-teks Al Quran semata (tekstualis).

Luasnya Islam tidak boleh dipersempit dengan pemahaman dangkal orang - orangnya yang merasa sudah paling benar, sok paling syari', sudah hijrah atau sudah kaffah, dan latah pula untuk menyebut sesat, munafik serta mengkafir - kafirkan orang yang sudah muslim saat tengah berusaha memahami dan menerapkan Islam sebagai agama sekaligus pedoman hidupnya.
iklan
Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Memahami Islam, Sastra Arab dan Kita

Tidak ada komentar:

Trending Now

Iklan