Pemilu 2024, Pesta Demokrasi di Hari Kasih Sayang dengan Biaya Politik yang Mahal

Ansori S
Rabu, Februari 16, 2022 | 02:53 WIB Last Updated 2022-02-15T19:53:09Z
Foto: Istimewa

Oleh: Amsar Calvalera


Dalam pelaksanaannya Pemilihan Umum (Pemilu) dipastikan akan menghabiskan biaya yang cukup fantastis. Mahalnya biaya politik yang harus dikeluarkan dalam Pemilu, seperti Pemilihan Presiden (Pilpres), Pemilu Legislatif (Pileg), dan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), telah menjadi bumerang bagi keberlangsungan sistem demokrasi dan keberadaan Partai Politik (Parpol) di Indonesia.


Sejatinya Pemilu merupakan arena pesta demokrasi yang sehat dan setara, karena masyarakat sudah memiliki mekanisme sendiri untuk menentukan pilihannya.


Hakikat Pemilu


Pemilu pada hakekatnya adalah kesempatan untuk memilih para wakil rakyat yang akan duduk di parlemen entah sebagai DPR RI, DPRD I (Propinsi) atau DPRD II (Kabupaten/Kota). Pemilu itu melibatkan partai politik sebagai pelakunya. Karenanya Pemilu menjadi pesta demokrasi atau ajang demokrasi.


Tentu kita masih ingat apa yang pernah dikatakan salah satu tokoh pada masa Orde Baru bahwa Pemilu merupakan sarana yang tersedia bagi rakyat untuk menjalankan kedaulatannya dan merupakan lembaga demokrasi (Ali Moertopo).


Pemilu juga menjadi ajang kompetisi di antara para anak bangsa melalui partai - partai politik. Setiap partai mengusung visi, misi dan programnya masing-masing. Tentu saja semuanya bertujuan untuk pembangunan bangsa, namun dengan berbagai macam tawaran.


Tidak bisa dipungkiri bahwa proses itu antara pribadi atau calon yang satu dengan calon yang lain berseberangan visi dan misinya, antara partai yang satu dengan partai yang lain pun demikian.


Juga tidak bisa dipungkiri, bisa terjadi saling sikut menyikut, menyakitkan dan bahkan mematikan. Itulah proses demokrasi. Padahal tujuan dari Pemilu sesungguhnya adalah untuk memperjuangkan kepentingan umum (bonum comunne). 


Biaya Politik


Komisi Pemilihan (KPU) telah mengusulkan anggaran sebesar Rp86 triliun untuk Pemilu nasional, dan Rp26 triliun untuk Pilkada [2]. Biaya politik yang cukup fantastis alias sangat besar sekali untuk sebuah pesta demokrasi.


Belum lagi para peserta Pemilunya, yakni partai politik yang saat ini sudah mulai mengeluarkan kocek untuk "mencuri star".


Tak heran apabila ketika para politisi atau pejabat terpilih dalam jabatan tertentu, maka yang terpikir pertama kali adalah bagaimana mengembalikan biaya politik yang telah dikeluarkan agar "balik modal".


Pejabat yang langsung dipilih rakyat, mestinya lebih amanah. Bukan menggunakan kekuasaannya, mengelabui rakyat untuk memperkaya diri sendiri (Harmoko).

 

Biaya politik mahal, tidak terbantahkan lagi. Bahkan, untuk menjadi kontestan dalam Pilkada pun perlu dana besar, sedikitnya Rp30 miliar untuk maju sebagai Calon Bupati. Calon Gubernur, perlu menyiapkan Rp100 miliar.


Angka tersebut minimal untuk memenuhi kebutuhan dasar (biaya resmi) seperti kampanye, kebutuhan logistik penunjang kampanye, dan saksi. Belum lagi biaya tidak resmi seperti mahar politik dan money politik yang jumlahnya relatif variatif.


Mengutip pernyataan Fahri Hamzah, biaya politik yang mahal tersebut dikhawatirkan melahirkan praktik-praktik korup yang dilakukan para politisi atau pejabat yang terpilih.


"Karena keterpilihan mereka tidak ditentukan kualitas dan kapabilitasnya, tapi 'isi tas' atau besaran dana politik yang bersumber dari kantong pribadi atau dari penyandang dana," kata Fahri Hamzah.


Menurutnya, perlu adanya pembenahan agar Parpol dan sistem demokrasinya sehat.


"Parpol itu sebenarnya lembaga pemikiran untuk mengintroduksi cara berpikir dalam penyelenggaraan negara, namun sekarang justru menjelma menjadi mesin kekuasaan," pungkasnya.


Ajang Politik Kasih Sayang


KPU telah menetapkan 14 Februari 2024 sebagai hari dan tanggal untuk pemungutan suara Pemilu Serentak 2024. Penetapan hari dan tanggal pemungutan suara Pemilu 2024 itu tertuang dalam Keputusan KPU RI Nomor 21 Tahun 2022.


Seperti diketahui, tanggal 14 Februari dirayakan sebagai Hari Kasih Sayang. Pada hari ini biasanya banyak orang memanfaatkan momen hari Valentine untuk merayakan bersama orang-orang tercinta dengan tukar kado dan mengirimkan kartu ucapan.  


Tanggal 14 Februari 2024 mendatang ada dua peristiwa penting yang terjadi pada waktu yang sama, yaitu Pemilu dan Kasih Sayang. Pesan atau makna dari masing-masing peristiwa tentu saja berbeda, tetapi apabila kita mencoba menyatukannya, niscaya dapat menemukan benang merah di antara keduanya.


Bukan kebetulan DPR, Pemerintah dan KPU menetapkan tanggal 14 Februari 2024 sebagai hari Pemilu. Artinya, Pemilu 2024 bertepatan dengan Valentine day atau Hari Kasih Sayang.


Pemilu merupakan pesta demokrasi, bertujuan untuk memilih para wakil rakyat. Valentine Day adalah Hari Kasih Sayang merupakan kesempatan untuk semakin menguatkan rajutan kasih sayang antar manusia.


Penetapan tanggal 14 Februari terbersit maksud bahwa Pemilu 2024 menjadi Pemilu yang berbeda dari 12 kali Pemilu sebelumnya mulai dari Orde Lama menuju Orde Baru hingga Orde Reformasi.


Kembali ke Fitrah Pemilu


Semua peserta Pemilu baik itu calon Presiden dan Wakil Presiden maupun calon anggota legislatif dan partai politik hendaknya menyadari dan memaknai Pemilu 2024 sebagai Pemilu yang lain dan berbeda dari Pemilu-pemilu sebelumnya.


Pemilu 2024 mengajarkan untuk kembali ke 'Fitrah Pemilu' sebagai pesta demokrasi, pestanya rakyat yang mesti diisi dengan berbagai kebaikan sebagaimana diamanatkan oleh Hari Kasih Sayang itu sendiri.


Kita semua berharap Pemilu 2024 menghasilkan pemimpin-pemimpin yang lebih mengedepankan hati (kasih) dari pada kekerasan. Wallahu a'lam bish-shawab. Semoga bermanfaat.


"Penulis adalah Pengamat Politik dan Wartawan Senior

iklan
Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Pemilu 2024, Pesta Demokrasi di Hari Kasih Sayang dengan Biaya Politik yang Mahal

Tidak ada komentar:

Trending Now

Iklan