![]() |
Dok. Seumur Bor Mangkrak |
Pasalnya, proyek tersebut baru selesai dilaksanakan pada Februari 2025. Bahkan, hingga saat ini terbengkalai dan tidak dapat digunakan oleh masyarakat.
Informasi yang didapat, pada anggaran perubahan tahun 2024 lalu, Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Serang membangun sebanyak 42 sumur bor untuk penanganan kekeringan sekaligus penanganan stunting sebanyak 42 titik yang tersebar di 17 Kecamatan se Kabupaten Serang.
Bantuan tersebut diprioritaskan bagi wilayah yang jadi lokus stunting dan langganan kekeringan, dengan jenis bantuan berupa pengeboran sekaligus pembangunan instalasi sampai ke sambungan rumah seperti pemasangan casing hingga pembuatan menara air, instalasi sampai sambungan ke rumah.
Anggaran yang digunakan berasal dari Dana Alokasi Khusus (DAK) dan APBD Kabupaten Serang, berkisar Rp450 sampai Rp500 juta per titik.
Salah seorang warga sekitar yang enggan disebutkan namanya mengatakan, sejak selesai dibangun sumur Bor pada Februari 2025 lalu, warga hanya dapat menikmati air jarang-jarang hingga menjelang Lebaran Idul Fitri tahun 2025 lalu, selebihnya hingga saat ini sudah tidak dapat digunakan kembali.
“Setelah selesai, pernah ngalir sampai sebelum lebaran (Idul Fitri), itu pun kadang-kadang. Tapi sekarang sudah tidak bisa,” ujar warga, Minggu (15/06/2025).
Padahal, untuk dapat menjalankan pompa sumur Bor, warga setempat telah dimintai sejumlah biaya oleh Ketua RT untuk bayar listrik agar mesin air dapat digunakan.
Bahkan belakangan ada informasi akan dimintai hingga Rp500 ribu, namun warga mengaku keberatan, dan hingga saat ini belum ada lagi pertemuan untuk membahas iuran listrik sumur Bor.
“Pernah dimintain oleh pa RT, tapi tidak besar. Sempat ada informasi mau dimintain sampai Rp 500 ribu rupiah. Tapi warga keberatan. Sekarang tidak tahu bagaimana karena tidak ada lagi pertemuan bahas soal ini. Yang jelas air sudah tidak mengalir setelah Idul Fitri,” ungkapnya.
Terpisah, Kades Ciagel Kecamatan Kibin, M Yunus mengaku jika kendala air tidak dapat mengalir ke rumah warga dikarenakan KWh (Token) nya habis, dan akibatnya tidak ada listrik untuk menghidupkan mesin pompa.
“Kalau air sih ada. Tapi memang tidak bisa mengalir karena tokennya habis. Sedangkan mau meminta ke masyarakat khawatir disangka Pungutan Liar (Pungli). Jadi, serba salah,” ujarnya melalui seluler.
Namun, kata Yunus. Pihaknya akan mengumpulkan warga dan pengelola sumur Bor untuk bermusyawarah mengenai biaya token listrik untuk mesin pompa air tersebut.
“Nanti kita musyawarahkan lagi dan cari solusinya, bagaimana mengatasi biaya token listriknya agar air bisa mengalir lagi,” jelasnya.
Yunus menegaskan jika ada yang mengatakan tidak ada aliran air mengalir ke rumah warga selama 3,5 bulan lamanya itu tidak benar. Sebab, air selama ini tetap mengalir, hanya terkendala baru-baru ini akibat permasalahan token listrik.
“Kalau ada yang bilang 3,5 bulan air tidak mengalir, siapa orangnya suruh ngomong ke saya karena Itu tidak benar,” tegasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar