JAKARTA | Forum diskusi publik bertajuk “Pengelolaan Dana Haji Berkeadilan di Investasi Surat Berharga BPKH” sukses diselenggarakan di Universitas Paramadina, Jakarta.
Acara ini merupakan kolaborasi Universitas Paramadina dengan Center for Sharia Economic Development (CSED) INDEF, BPKH, dan sejumlah mitra kampus seperti UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Universitas Tazkia, dan UNIDA Gontor diadakan secara luring bertempat di Universitas Paramadina, Kampus Kuningan, Trinity Tower Lt. 45 pada Jumat (1/8/2025).
Diskusi dimoderatori oleh Wakil Rektor Bidang Pengelolaan Sumber Daya Universitas Paramadina, Dr. Handi Risza Idris.
Dalam sambutannya, Prof. Nur Hidayah, Ph.D., menyampaikan bahwa dana haji bukan semata-mata urusan administratif, melainkan menyangkut tanggung jawab spiritual, sosial, dan konstitusional negara terhadap umat Muslim.
“Muncul pertanyaan penting, apakah dana haji yang sangat besar ini akan dibiarkan pasif, atau justru dikelola secara optimal dengan prinsip syariah, keadilan, dan keberlanjutan?” Ujar Prof. Nur Hidayah.
Sementara itu, Ketua Komisi VIII DPR RI, H. Marwan Dasopang, menggarisbawahi kondisi masa tunggu ibadah haji yang semakin mengkhawatirkan.
“Di beberapa provinsi, masa tunggu keberangkatan sudah mencapai 49 tahun. Ada lebih dari 4.000 calon jamaah berusia di atas 91 tahun, tapi hanya 1.000 yang dapat diberangkatkan. Ini menjadi persoalan besar bagi umat,” jelasnya.
Ia menekankan perlunya investasi langsung yang lebih produktif agar manfaat dana bisa dirasakan langsung oleh jamaah.
“Sudah saatnya BPKH mempertimbangkan pembangunan hotel sendiri di Arab Saudi atau infrastruktur pendukung lainnya yang langsung menunjang pelayanan jamaah,” tambah Marwan
Chief Investment Officer BPKH, H. Indra Gunawan, memaparkan bahwa BPKH mengelola dana haji sebesar Rp171 triliun, dengan realisasi pendapatan hingga Juli 2025 mencapai Rp11,4 triliun dari target Rp12 triliun.
“Kami memiliki target meningkatkan imbal hasil ke 10%. Namun, tantangan ke depan adalah bagaimana menjaga akuntabilitas dan tetap patuh pada prinsip syariah” ungkapnya.
H. Indra Gunawan juga menyampaikan pentingnya inovasi pelayanan haji, termasuk skema e-wallet jamaah dan sistem cicilan setoran awal. “Transparansi dan digitalisasi akan menjadi pondasi kepercayaan publik terhadap tata kelola BPKH” ujarnya.
H. Abdul Hakam Naja menyoroti bahwa Arab Saudi kini tengah mengadopsi transformasi digital dalam sistem haji melalui Kartu Nusuk.
“Siapa pun jamaah yang tidak memiliki Kartu Nusuk, tidak bisa berhaji. Ini jelas mengubah pola pelayanan. BPKH harus punya strategi jangka panjang, termasuk investasi sektor riil di Saudi” jelas H. Abdul Hakam Naja.
Ia juga menyinggung persoalan syariah dalam penggunaan dana hasil investasi. “Fatwa MUI sudah jelas, dana manfaat tidak boleh digunakan untuk subsidi jamaah. Maka, tata kelola BPKH harus diperbarui dengan prinsip kehati-hatian dan syariah” tegasnya.
“Kami mendorong agar revisi UU bisa dilakukan tanpa menunggu laporan tahunan haji ke DPR. Fokusnya adalah memperkuat koordinasi dan memberikan kepastian kepada jamaah” tegas Marwan Dasopang.
Dr. Handi Risza mengakhiri diskusi dengan mengajak semua pihak untuk terus mendorong terciptanya sistem pengelolaan dana haji yang tidak hanya efisien dan profesional, tetapi juga berlandaskan prinsip keadilan dan sesuai dengan nilai-nilai syariah.
“Dana ini merupakan amanah umat, dan sudah menjadi kewajiban kita untuk menjaganya dengan penuh tanggung jawab” ujarnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar