Dampak Pertambangan Batu Gunung terhadap Kesehatan, Lingkungan, dan Sosial

Ansori S
Minggu, November 16, 2025 | 21:10 WIB Last Updated 2025-11-16T14:10:54Z
Tobi Setiawan
Oleh: Tobi Setiawan

Pertambangan batu gunung atau galian C merupakan aktivitas ekstraksi sumber daya alam yang memiliki peran penting dalam pembangunan infrastruktur. Material seperti batu, pasir, dan tanah digunakan untuk proyek jalan, gedung, reklamasi, hingga konstruksi industri.


Namun, di balik kontribusinya, praktik pertambangan galian C di berbagai daerah termasuk di Pulo Ampel dan Bojonegara sering kali dilakukan tanpa tata kelola yang baik, minim pengawasan, dan mengabaikan prinsip keberlanjutan.


Kondisi ini menjadikan pertambangan bukan sekadar aktivitas ekonomi, tetapi telah berubah menjadi ancaman ekologis dan sosial yang serius. Fenomena tersebut menunjukkan paradoks pembangunan:


pembangunan fisik yang dikejar justru merusak fondasi ekologis dan kesehatan publik yang menjadi dasar keberlanjutan masyarakat. Karena itu, dibutuhkan telaah kritis terhadap praktik pertambangan batu gunung yang tidak terkendali.


Kerusakan Lingkungan sebagai Dampak Struktural


1. Degradasi Topografi dan Risiko Bencana


Penambangan galian C yang dilakukan secara masif dapat mengubah bentuk permukaan bumi secara drastis. Pengupasan bukit dan gunung menghilangkan daerah resapan air serta menimbulkan lereng curam yang rentan longsor.


Kasus longsor di Desa Mangunreja, Kecamatan Pulo Ampel, Kabupaten Serang (1 November 2022) dan peristiwa serupa di Gunung Kuda, Cirebon (30 Mei 2025) menjadi bukti nyata bahwa aktivitas pertambangan yang mengabaikan kajian geologi membawa konsekuensi fatal bagi pekerja, masyarakat, maupun ekosistem.


Selain itu, sedimentasi dari aktivitas tambang kerap menyumbat saluran air dan irigasi, menyebabkan banjir musiman di wilayah hilir. Dalam jangka panjang, kerusakan ini bersifat hampir irreversibel, sementara biaya pemulihan jauh lebih besar dibandingkan keuntungan ekonomi jangka pendek yang diperoleh pelaku tambang.


2. Polusi Udara dan Ancaman bagi Kesehatan Publik


Pertambangan galian C merupakan salah satu sumber utama partikulat debu (PM10 dan PM2.5) yang berbahaya bagi kesehatan manusia. Debu dari proses penggalian dan pengangkutan material dapat memicu gangguan pernapasan seperti pneumokoniosis, asma, bronkitis kronis, hingga alergi debu.


Daerah yang dilalui truk tambang sering mengalami penurunan kualitas udara secara signifikan, sehingga meningkatkan kasus penyakit pernapasan di masyarakat.


Truk tambang yang melintasi jalan umum juga menciptakan risiko ganda: polusi udara dan kecelakaan lalu lintas akibat berkurangnya jarak pandang serta beban jalan yang melebihi kapasitas. Aktivitas ini menjadi bentuk eksternalitas negatif yang merugikan masyarakat tanpa kompensasi yang layak.


Dampak Sosial dan Ketidakadilan


1. Konflik Sosial yang Berulang


Pertambangan galian C kerap memicu konflik antara perusahaan tambang dan masyarakat setempat. Penduduk yang terdampak oleh polusi, kerusakan lahan, dan menurunnya kualitas hidup sering kali melakukan protes, namun respons pemerintah minim.


Tidak jarang keluhan masyarakat dibalas dengan intimidasi atau tekanan, mencerminkan ketimpangan kekuasaan antara pemilik modal dan warga. Ini merupakan bentuk ketidakadilan ekologis, di mana beban kerusakan ditanggung masyarakat tanpa menerima manfaat ekonomi yang sepadan.


2. Kerentanan Ekonomi dan Hilangnya Mata Pencaharian


Alih fungsi lahan untuk tambang menyebabkan kerusakan pada area pertanian, perkebunan, dan zona hijau yang menjadi sumber penghidupan warga. Ketika tanah rusak dan sumber air terganggu, banyak petani kehilangan mata pencahariannya.


Akibatnya, aktivitas tambang yang tidak berkelanjutan menciptakan kemandekan sosial-ekonomi, di mana keuntungan jangka pendek menghasilkan kerugian jangka panjang yang jauh lebih besar.


Kurangnya Pengawasan dan Lemahnya Tata Kelola


Akar permasalahan pertambangan galian C terletak pada lemahnya penegakan regulasi dan minimnya pengawasan dari pemerintah daerah maupun instansi terkait. Banyak tambang beroperasi tanpa izin lengkap, tanpa kajian AMDAL yang memadai, dan tanpa kontrol terhadap dampaknya.


Masalah ini bukan sekadar teknis, tetapi juga institusional dan politis. Ketika pemerintah gagal menjalankan fungsi pengaturan dan perlindungan publik, eksploitasi alam menjadi liar dan tidak terkendali.


Pertambangan galian C yang dibiarkan tanpa tata kelola telah menjadi ancaman nyata bagi keberlanjutan lingkungan, kesehatan masyarakat, dan stabilitas sosial. Pemerintah harus memperlakukan isu ini sebagai krisis lingkungan dan kesehatan publik, bukan sekadar persoalan perizinan ekonomi.


Diperlukan langkah-langkah tegas, antara lain:


Penegakan hukum yang konsisten, termasuk penutupan tambang ilegal.


Reformasi tata ruang dengan mengutamakan keselamatan lingkungan dan masyarakat.


Pengawasan ketat terhadap transportasi material tambang yang menggunakan jalan umum.


Transparansi data dan AMDAL agar publik dapat berpartisipasi dalam pengawasan.


Rehabilitasi ekologis sebagai kewajiban setiap operasi pertambangan.


Tanpa perubahan drastis, pertambangan batu gunung hanya akan mempercepat kerusakan ekologis dan memperbesar ketimpangan sosial. Pembangunan seharusnya tidak mengorbankan manusia dan lingkungan jika itu terjadi, pembangunan tersebut bukanlah kemajuan, melainkan kemunduran.


Penulis adalah Mahasiwa Ilmu Pemerintahan Universitas Pamulang Serang, Prodi Ilmu Pemerintahan.

iklan
Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Dampak Pertambangan Batu Gunung terhadap Kesehatan, Lingkungan, dan Sosial

Tidak ada komentar:

Trending Now

Iklan