CILEGON | Pusat Konsultasi dan Bantuan Hukum (PKBH) Pelita Keadilan Nusantara resmi melayangkan surat somasi kepada PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) Cabang Merak, Senin (3/11/2025).
Somasi ini terkait dugaan perlakuan tidak manusiawi dan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) terhadap seorang warga bernama Haryadi, yang bekerja sebagai buruh lepas di sekitar Pelabuhan Merak, Kota Cilegon.
Surat somasi bernomor No.201/SS/PKBH-PKN/XI/2025 tersebut dikirimkan langsung ke General Manager ASDP Merak, dengan tembusan ke sejumlah instansi, di antaranya Komnas HAM, Kementerian BUMN, Kementerian Perhubungan, Kementerian Kominfo, dan Polda Banten.
Kronologi Kejadian Dalam dokumen somasi yang diterima redaksi, peristiwa terjadi pada Minggu, 26 Oktober 2025, sekitar pukul 10.26 WIB. Saat itu, Haryadi tengah bekerja di area Dermaga IV Pelabuhan Merak untuk mencari nafkah.
Namun, petugas keamanan ASDP diduga melakukan tindakan paksa tanpa peringatan, memaksa korban berbaring dan berguling di lantai dermaga di depan publik.
Aksi tersebut disebut sebagai bentuk “hukuman disiplin” karena korban dianggap melanggar aturan pelabuhan.
Peristiwa itu direkam dan disebarkan ke media sosial hingga menjadi viral, menimbulkan trauma psikologis dan tekanan mental bagi korban.
Dugaan Pelanggaran Hukum
PKBH Pelita Keadilan Nusantara menilai tindakan tersebut memenuhi unsur pelanggaran berbagai ketentuan hukum, antara lain:
UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Pasal 351, 310, dan 311 KUHP tentang penganiayaan dan pencemaran nama baik,
Pasal 27 ayat 3 UU ITE tentang distribusi konten penghinaan elektronik, serta Pasal 1365 KUH Perdata tentang perbuatan melawan hukum.
Dalam surat somasi, pihak kuasa hukum menuntut ASDP Merak untuk:
1. Mengakui kesalahan secara tertulis dan terbuka,
2. Menyampaikan permintaan maaf resmi di media massa dan media sosial,
3. Menghapus seluruh video yang tersebar,
4. Memberikan ganti rugi materiil dan immateriil,
5. Memberikan sanksi tegas kepada pelaku dan atasan yang lalai,
6. Melakukan rehabilitasi nama baik korban, dan
7. Menjamin tidak ada tindakan balasan atau intimidasi terhadap korban.
Ketua PKBH Pelita Keadilan Nusantara, Yoga Mahesa, menyampaikan bahwa ASDP Merak diberi waktu maksimal tujuh hari kerja untuk menanggapi somasi tersebut, hingga 10 November 2025.
“Semoga langkah ini bisa menjadi pelajaran bagi semua pihak. Kami menunggu itikad baik dari ASDP dalam tujuh hari ke depan. Jika tidak ada tanggapan, kami akan menempuh jalur hukum,” ujar Yoga dalam konferensi pers.
Ia menambahkan, langkah hukum yang akan diambil mencakup pelaporan ke Komnas HAM, Kementerian BUMN, Kementerian Perhubungan, dan Polda Banten, serta membuka opsi class action dan publikasi nasional.
Sikap Aliansi Peduli Selat Sunda (APSS) Menanggapi somasi tersebut, Lembaga Aliansi Peduli Selat Sunda (APSS) — gabungan beberapa ormas dan lembaga se-Kecamatan Pulomerak, Kota Cilegon — menyatakan dukungannya terhadap langkah hukum PKBH.
Koordinator APSS, Hadi Santoso, menilai tindakan oknum petugas ASDP tersebut tidak mencerminkan nilai kemanusiaan.
“Kami akan menyikapi masalah ini secara serius. Tindakan itu tidak memanusiakan manusia. Negara seharusnya hadir ketika peristiwa seperti ini terjadi,” tegasnya.
APSS juga berencana melayangkan surat somasi tersendiri kepada ASDP dan akan terus mengawal proses hukum bersama PKBH hingga tuntas.
Hingga berita ini diturunkan, pihak ASDP Cabang Merak maupun kantor pusat ASDP di Jakarta belum memberikan tanggapan resmi terkait somasi tersebut.



Tidak ada komentar:
Posting Komentar