![]() |
| Rektor Universitas Paramadina, Prof. Didik J. Rachbini |
Dalam penjelasannya, Prof. Didik menyampaikan bahwa skema Pilkada Jalan Tengah merupakan inovasi dengan melaksanakan Metode Campuran. Sistem ini membagi proses pemilihan menjadi dua tahap yang saling melengkapi antara suara rakyat dan peran lembaga perwakilan.
"Tahap pertama adalah Tahap elektoral (rakyat) di dalam pileg, yang memilih 3 calon anggota DPRD dengan suara tertinggi di suatu daerah otomatis menjadi kandidat kepala daerah (gubernur / bupati / wali kota)," ujar Prof. Didik, Rabu (30/12).
Setelah tahap elektoral di tingkat rakyat selesai dan struktur legislatif terbentuk, proses berlanjut ke tahap kedua, yaitu tahap institusional. Beliau menjelaskan bahwa setelah DPRD terbentuk, DPRD memilih satu dari 3 kandidat tersebut sebagai kepala daerah.
Prof. Didik menegaskan bahwa metode ini tidak akan mengurangi hak politik masyarakat. Menurutnya, kelebihan pilkada metode campuran tetap dapat menjaga Unsur Kedaulatan Rakyat karena rakyat tetap menentukan melalui suara terbanyak di pileg.
Dengan mekanisme ini, kandidat yang terpilih dipastikan memiliki akar dukungan yang kuat dari masyarakat. Prof. Didik menggarisbawahi bahwa kandidat kepala daerah tetap punya legitimasi elektoral nyata, bukan hasil lobi elite semata.
Ia menambahkan bahwa metode campuran ini bukan kembali lagi ke masa Orde Baru, yakni pilkada tertutup, tetapi merupakan pelaksanaan demokrasi berlapis (two-step legitimacy) untuk menghindari pemilihan langsung yang tercemar kotor dengan politik uang.
Salah satu poin paling krusial yang disoroti oleh Rektor Universitas Paramadina ini adalah efisiensi biaya. Beliau menyatakan bahwa kelebihan lain dari Metode Campuran ini adalah menekan biaya politik yang tinggi dan sangat mahal.
Prof. Didik memberikan kritik tajam terhadap sistem pilkada langsung saat ini yang dinilai telah menyimpang. Beliau menyebut bahwa pilkada langsung saat ini memicu biaya kampanye sangat mahal, bersaing dengan cara kotor, politik uang. Kondisi ini, menurutnya, berujung pada praktik yang merusak tatanan negara.
"Proses pilkada yang terjadi adalah praktek ilegal, pelacuran politik dimana yang memiliki uang dapat membeli suara dan setelah terpilih harus mengembalikan dana kampanye tersebut dengan cara korupsi. Praktek demokrasi langsung seperti ini kemudian muncul ketergantungan kandidat pada cukong," tegas Prof. Didik J. Rachbini.
Sebagai langkah antisipasi, Prof. Didik mengusulkan agar ketika pemilihan lewat DPRD, maka dibuat aturan yang ketat seperti pemilihan Paus.
Anggota yang mempunyai hak suara dikendalikan dengan berbagai aturan untuk menghindari suap, seperti wajib cctv di rumah masing-masing, dikumpulkan selama beberapa hari di kantor dprd dan hotel dengan pengawasan kpk, dan berbagai cara lainnya.
Kehadiran lembaga hukum seperti KPK dan kejaksaan dinilai perlu untuk mengontrol pemilik suara yang berjumlah 50-100 orang anggota DPRD, sehingga potensi politik uang dan korupsi pasca-terpilih menurun.
Agar tahap pemilihan lebih sukses, Prof. Didik mendorong pembuatan aturan main dalam Undang-Undang, di mana pemungutan suara DPRD harus terbuka dan disiarkan publik.
Selain itu, diperlukan larangan keras transaksi politik, pemeriksaan rekam jejak, serta uji publik bagi 3 kandidat. Beliau juga menekankan pentingnya sanksi pidana berat untuk suap pemilihan, kehadiran saksi ahli dari aparat hukum seperti KPK dan kejaksaan, serta saksi dari elemen masyarakat, kampus, dan civil society.
Secara keseluruhan, jika dibandingkan dengan pilkada langsung yang memiliki biaya politik dan risiko politik uang yang sangat tinggi, metode campuran diproyeksikan memiliki biaya politik yang lebih rendah dan risiko politik uang pada level menengah.
Meskipun partisipasi rakyat bergeser ke tingkat menengah, metode ini memperkuat peran DPRD dan meningkatkan kualitas seleksi dari sekadar popularitas menjadi perpaduan antara popularitas dan kualitas institusi. Risiko oligarki yang biasanya terjadi di masa kampanye akan bergeser ke ranah parlemen yang diawasi dengan lebih ketat.
Melalui gagasan Pilkada Jalan Tengah ini, Prof. Didik berharap Indonesia dapat keluar dari lingkaran setan biaya politik tinggi dan menciptakan pemerintahan daerah yang lebih bersih serta berintegritas.



Tidak ada komentar:
Posting Komentar