![]() |
| Dok. Istimewa |
Kegiatan ini dihadiri oleh pimpinan PTS di wilayah DKI Jakarta sebagai ruang dialog strategis dalam merespons dinamika dan tantangan penyelenggaraan pendidikan tinggi ke depan.
Kepala LLDikti Wilayah III, Dr. Henri Tambunan, dalam sambutannya menyampaikan apresiasi kepada Universitas Paramadina atas kolaborasi yang terbangun dalam menggelar forum strategis ini, serta kepada para pimpinan PTS yang telah hadir dan berpartisipasi aktif.
“Kegiatan urun rembuk ini hadir sebagai ruang diskusi mempertemukan gagasan dan aspirasi dari perguruan tinggi untuk merespon berbagai tuntutan seperti tuntutan peningkatan mutu, transformasi digital hingga penyelarasan lulusan terhadap dunia kerja. Kemajuan pendidikan tinggi tidak dapat dilakukan secara parsial. Perlu sinergi kuat antara pemerintah, perguruan tinggi, dan industri. Inilah wadah konstruktif kita untuk menyaring aspirasi dari para pimpinan PTS di DKI Jakarta,” ucap Dr. Henri.
Sekretaris Umum Yayasan Wakaf Paramadina, Ir. Wijayanto Samirin menyebut perjalanan Universitas Paramadina mencerminkan dinamika banyak PTS di Indonesia.
"Kami baru bisa memiliki kampus sendiri setelah 25 tahun menyewa. Tumbuh dengan kekuatan sendiri, jatuh bangun, dan terus berjuang," ungkapnya.
Menurut Wijayanto, universitas sejatinya merupakan bentuk sociopreneurship.
“Orientasinya bukan sekadar profit, tetapi dampak sosial dan peradaban,” ujarnya.
Ia menilai agar PTS semakin berkembang, diperlukan kepastian iklim usaha dan regulasi yang lebih sederhana serta adil bagi sektor swasta pendidikan.
“Kita ingin Indonesia punya perwakilan di universitas terbaik dunia. Universitas swasta harus difasilitasi agar bisa berkontribusi maksimal,” pungkasnya.
Sebagai pembuka diskusi, Ledia Hanifa Amalia, M.Psi.T., Anggota Komisi X DPR RI, menekankan bahwa posisi strategis PTS ialah sebagai mitra negara dalam memperluas akses dan pemerataan pendidikan tinggi.
Ia pun menyoroti perlunya sinergi yang kuat antara pemerintah dan pengelola perguruan tinggi agar kebijakan tidak berhenti di tataran normatif, tetapi berdampak nyata di lapangan.
Direktur Kelembagaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti) Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemdiktisaintek) Prof. Mukhamad Najib, dalam materinya memaparkan, bahwa Indonesia perlu lebih serius dalam berinvestasi pada pendidikan tinggi untuk menjadi negara maju pada 2045.
“Perlu sekali adanya roadmap jangka panjang agar perguruan tinggi dapat mencapai kelas dunia sehingga mampu mentransfer teknologi dan menghadirkan talenta global dalam meningkatkan kapabilitas inovasi bangsa,” jelasnya.
Lebih jauh lagi, ia menjelaskan salah satu upaya mendorong terciptanya inovasi berdampak oleh PTS ialah dengan proporsi pendanaan penelitian oleh Kemdiktisaintek terhadap PTS yang mencapai 60%.
“Porsinya sudah jauh meningkat dan lebih besar dari perguruan tinggi negeri (PTN),” ujarnya.
Namun, ia menekankan, hal tersebut bukanlah sebagai bentuk persaingan antara perguruan tinggi negeri dan swasta.
"Kita mesti membuka paradigma bahwa keberadaan PTS ini sebagai peran kolaboratif dengan PTN melalui berbagai kerja sama tridharma,” tegasnya.
Prof. Mukhamad mencontohkan, kerja sama pendidikan dapat dijalankan antara lain dengan program fast track, misalnya studi S1 di PTS dan studi S2 di PTS, kemudian kerja sama pengembangan bahan ajar dan penjaminan mutu, dan pertukaran dosen dan mahasiswa. Sementara untuk kerja sama penelitian misalnya konsorsium riset dan join lab.
Adapun kerja sama pengabdian masyarakat dapat diwujudkan melalui kegiatan KKN kolaboratif. Merespon hal tersebut, Rektor Universitas Yarsi Prof. Dr. H. Fasli Jalal yang turut hadir sebagai narasumber, menyambut positif karena menurutnya PTS juga memiliki keunggulan dalam fleksibiltas mengembangkan program studi aplikatif dan memiliki daya adaptasi terhadap kebutuhan dunia kerja.
“PTS bukan sekadar pelengkap sistem, melainkan mitra strategis negara dalam menyiapkan sumber daya manusia unggul, inovatif, dan berdaya saing,” ujarnya.
Ia menegaskan bahwa kontribusi PTS terhadap pendidikan nasional sangat signifikan.
"Dari sekitar 9,8 juta mahasiswa di Indonesia, 46 persen berada di PTS. Ini menunjukkan peran besar PTS dalam meningkatkan taraf hidup dan ekonomi keluarga melalui pendidikan,” kata Prof. Fasli.
Selain itu, sebagian besar program studi dari berbagai disiplin ilmu juga diselenggarakan oleh PTS. Bahkan, menurut Prof. Fasli, rasio dosen dan mahasiswa di PTS saat ini lebih baik dibandingkan dengan PTN.
“Dengan data tersebut, kontribusi PTS tidak bisa dipandang sebelah mata,” tegasnya.
Kegiatan Urun Rembuk ini menghasilkan agenda ke depan yang berfokus pada tiga hal yaitu mengurangi kesenjangan kualitas antara PTN dan PTS, meningkatkan daya saing perguruan tinggi Indonesia di tingkat nasional dan global, serta menciptakan ekosistem pendidikan tinggi yang lebih inklusif, kolaboratif, dan berorientasi pada keberlanjutan.
Forum ini juga diharapkan menjadi pijakan awal bagi lahirnya praktik-praktik baik yang berdampak langsung pada kualitas pendidikan tinggi. LLDikti Wilayah III menegaskan perannya sebagai fasilitator dan penghubung strategis dalam upaya peningkatan mutu pendidikan tinggi swasta.
Melalui penguatan kolaborasi, pendampingan berkelanjutan, dan kebijakan yang adaptif, LLDikti Wilayah III terus mendorong terwujudnya pendidikan tinggi yang selaras dengan visi Indonesia Emas 2045, serta menghadirkan semangat Diktisaintek Berdampak yang memberikan kontribusi nyata bagi pembangunan nasional dan kesejahteraan masyarakat.



Tidak ada komentar:
Posting Komentar